Minggu, 13 November 2011

Islam di Maluku

Masjid – masjid bersejarah di Indonesia Timur tidak lepas dari sejarah panjang kerajaan – kerajaan Islam di Maluku Utara yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan penyebaran agama Islam pada abad XII hingga abad XIX. Kerajaan – kerajaan Islam ini dikenal pula sebagai Moloku Kie Raha, yang artinya empat raja – raja gunung diatas pulau. Yang terdiri dari Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan Kesultanan Bacan.

Sebelum memeluk Islam, keempatnya telah menjadi "kolano" (setingkat dengan kerajaan) serta memiliki kedudukan dan peran tersendiri dalam perdagangan jarak jauh. Kedatangan pengaruh Islam di Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku, berkaitan dengan jalur pelayaran, khususnya pelayaran niaga, dengan rempah-rempah sebagai kata kuncinya. Inilah titik di mana pada akhirnya beberapa aspek juga berpengaruh di kawasan ini: sosial, budaya, agama, bahasa, ekonomi, bahkan politik dan militer. Terang saja karena para pedagang pada waktu itu berasal dari berbagai bangsa.

Sejak berubah dari "kolano" menjadi kesultanan pada sekitar abad XV, keempatnya secara politis berusaha mengembangkan pengaruhnya ke berbagai tempat, khususnya ke arah timur dan selatan. Tidore, antara lain dapat memasukkan pantai barat Papua ke dalam wilayahnya. Ternate berhasil meluaskan pengaruh dan wilayahnya hingga sebagian Sulawesi, sebagian Papua, Ambon, Lease, Seram, Buru, dan Banda. Sementara itu, Bacan "gagal" meluaskan pengaruhnya, namun tetap eksis sebagai kesultanan yang mandiri. Lain halnya dengan Jailolo yang bergabung dengan Ternate dan Tidore.

Akibat dinamika politik dan militer dalam perluasan wilayah tersebut, berbuntut pada retaknya "moloku kie raha." Berbagai perang antara mereka sering terjadi, termasuk perang dagang. Hal ini diperparah oleh pengaruh Barat, khususnya Belanda, dengan segala sistem ekonomi dan militernya. Silih berganti Belanda memihak, dan silih berganti mendapat berbagai keuntungan dari pihak yang "dibelanya," baik secara politik maupun ekonomi.


Kesultanan Ternate merupakan kerajaan Islam yang menerapkan demokrasi terpimpin. Kepala negara tetap seorang Sultan, namun dalam pemerintahan, dipimpin oleh Jogugu, diistilahkan sebagai Perdana Menteri. Seorang Putra Mahkota tidak harus merupakan putra sulung Sultan. Berdasarkan kecakapan, kapasitas, dan gaya kepemimpinan, maka diantara putra – putra Sultan Ternate diseleksi oleh Jogugu dan Tuan Guru (penasehat spiritual Sultan yang bertindak pula sebagai Imam Besar Masjid Raya Sultan Ternate) untuk menjadi Putra Mahkota.




Kesultanan Ternate mengurusi perkara agama yang ditangani oleh Jou Kalim dan para stafnya, yang disebut juga sebagai Bobato Akhirat. Sedangkan perkara budaya ditangani oleh Kimalaha dan para stafnya, yang disebut juga sebagai Bobato Dunia.

Tidak ada komentar: