Sabtu, 21 November 2009

Hudud

Jinayat merupakan suatu istilah dlam ilmu fiqh yang menyangkut masalah hukum yang berkaitan dengan kejahatan, seperti: hukum membunuh, merampok, mencuri, berzina, minum-minuman keras yang memabukkan, dan sebagainya.
a. Zina dan menuduh orang berbuat zina
Perbuatan zina ada dua macam, yaitu;
1 Zina mukhshan, ialah zina yang dilakukan oleh orang yang sudah bersuami atau
Beristri, sebagai hukumannya kedua-duanya harus dirajam , yaitu di lempari batu sampai mati.
2. Zina bukan mukhshan, yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang belum nikah, maka yang bersangkutan harus dihukum jilid 100 kali, yaitu dipukuli badannya.
b. Menuduh orang berbuat zina, apabila tuduhannya palsu, tidak dapat mendatangkan empat orang saksi yang memenuhi syarat, maka ia harus dijilid 80 kali yaitu dipukuli, sedang apabila tuduhannya benar, maka pezina harus dihukum rajam apabila mukhshan dan dijilid 100 kali apabila zina bukan mukhshan.
c. Tuduh menuduh berbuat zina antara suami isteri disebut Sumpah Li’an, yaitu sumpah menyumpah antara suami dan isteri karena tuduh menuduh berbuat zina yang isinya sanggup menerima laknat Allah, apabila tuduhannya tidak benar disamping harus dapat mendatangkan empat orang saksi yang memenuhi syarat menjadi saksi.

Qishash artinya balasan dari kesalahan atau dosa. Dan yang dimaksud hukum qishash ialah hukum pembalasan yang setimpal atau sama dengan keslahannya karena seseorang membunuh atau membikin cacat jasmani orang lain. Diat artinya denda. Dan yang dimaksud hukum diat adalah denda yang harus dikeluarkan oleh seseorang yang dokenakan hukum qishash sebagai pengganti daripaeaqnya.
Jadi hukum qishash dan diat sebenarnya adalah hukuman yang dikenakan bagi pembunuhan, khususnya pembunuhan yang disengaja, baik mempergunakan alat ataupun tidaak.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Islam di Indonesia

Para ulama dalam mengembangkan ilmu-ilmu keislaman dengan menggunakan kebudayaan wilayah setempat yang disesuaikan dengan nilai-nilai ke Islaman, seperti yang dilakukan oleh Walisongo. Hal ini perlu diteladani. Selain Walisongo, masih banyak tokok Islam yang telah mengembangkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di seluruh Nusantara, antara lain :
a. Hamzah Fansuri
Adalah seorang ulama yang mengajarkan paham tasawuf dan telah mengembangkan ajaran-ajaran Sufinya berdasarkan pengalaman rohaninya sendiri. Disamping itu telah mempelopori penulisan risalah tasawuf dengan menggunakan kaidah ilmiah. Ia juga mengembangkan ilmu filsafat dan mistik dengan pendekatan Islam.
b. Syamsuddin Sumatrani
Ia punya pengaruh yang besar dan berperan dalam pengembangan intelektualitas Islam di Aceh. Karya tulisnya adalah Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri, Jauharul Haqo’iq dan Mir’atul Mu’minin yang membicarakan butir-butir akidah yang sejalan dengan ahlus sunnah wal jama’ah.
c. Nuruddin Ar Raniri
Ia dikenal sebagai ulama dan penulis yang produktif. Karya-karyanya banyak ditulis dalam bahasa Melayu, sehingga menjadikannya sebagai bahasa Islam kedua setelah bahasa Arab.
d. Yusuf Al Makasari
Ia banyak belajar dengan Nuruddin Ar Raniri di Aceh. Setelah kembali ke Nusantara mengembara selama 22 tahun untuk belajar agama. Setelah kembali ke tanah air kemudian memurnikan Islam yang berorientasi pada Syari’at.
e. ‘Abdurrauf Singkel
Ia termasuk ulama yang produktif dalam menuliskan karya-karyanya dan banyak dipakai oleh orang-orang Islam di Asia Tenggara. Tulisannya menggunakan bahasa Melayu karena disesuaikan dengan murid-muridnya sehingga dapat memahami Islam dengan lebih baik

kerajaan Demak, Banten, Cirebon

Kerajaan Islam Demak
Kesultanan Demak atau Kesultanan Demak Bintara adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) vazal dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak, yang pada masa itu masih dapat dilayari dari laut dan dinamakan Bintara, saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. Pada masa sultan ke-4 ibukota dipindahkan ke Prawata (dibaca "Prawoto").
Pada saat kerajaan Majapahit mengalami masa surut, secara praktis wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Wilayah-wilayah yang terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut pada dua adipati,[rujukan?] yaitu Raden Patah dan Ki Ageng Pengging. Sementara Raden Patah mendapat dukungan dari Walisongo, Ki Ageng Pengging mendapat dukungan dari Syekh Siti Jenar.
Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kesultanan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Dengan adanya Portugis di Malaka, kehancuran pelabuhan-pelabuhan Nusantara tinggal menunggu waktu.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto
Suksesi ke tangan Sunan Prawoto tidak berlangsung mulus. Ia ditentang oleh adik Sultan Trenggono, yaitu Pangeran Sekar Seda Lepen. Pangeran Sekar Seda Lepen akhirnya terbunuh. Pada tahun 1561 Sunan Prawoto beserta keluarganya "dihabisi" oleh suruhan Arya Penangsang, putera Pangeran Sekar Seda Lepen. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa tahta Demak. Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan banyak adipati memusuhi Arya Penangsang.

Arya Penangsang akhirnya berhasil dibunuh dalam peperangan oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kesultanan Pajang


Kerajaan Banten
Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis, sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.
Sejarah

Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Anak yang pertama bernama Maulana Yusuf. Sedangkan anak kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.

Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kerajaan Banten daripada anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang Kerajaan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Kerajaan Banten karena dibantu oleh para ulama.
[sunting] Puncak kejayaan

Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdulfatah atau lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat. Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan Mataram dan serta wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung. Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.

Kerajaan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad ke-15 dan 16 Masehi, dan merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuatnya menjadi pelabuhan dan "jembatan" antara kebudayaan Jawa dan Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.
Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada Kesultanan Cirebon dimulailah oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti raja-raja Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten serta penyebar agama Islam di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Setelah Sunan Gunung Jati wafat, terjadilah kekosongan jabatan pimpinan tertinggi kerajaan Islam Cirebon. Pada mulanya calon kuat pengganti Sunan Gunung Jati ialah Pangeran Dipati Carbon, Putra Pangeran Pasarean, cucu Sunan Gunung Jati. Namun, Pangeran Dipati Carbon meninggal lebih dahulu pada tahun 1565.
[sunting] Fatahillah (1568-1570)

Kekosongan pemegang kekuasaan itu kemudian diisi dengan mengukuhkan pejabat keraton yang selama Sunan Gunung Jati melaksanakan tugas dakwah, pemerintahan dijabat oleh Fatahillah atau Fadillah Khan. Fatahillah kemudian naik takhta, dan memerintah Cirebon secara resmi menjadi raja sejak tahun 1568. Fatahillah menduduki takhta kerajaan Cirebon hanya berlangsung dua tahun karena ia meninggal dunia pada tahun 1570, dua tahun setelah Sunan Gunung Jati wafat dan dimakamkan berdampingan dengan makam Sunan Gunung Jati di Gedung Jinem Astana Gunung Sembung.

Islam di Indonesia

Islam di Sumatra/Aceh
Raja-raja Islam yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Samudra Pasai, antara lain :

a. Sultan Malik al Sholih tahun 1285 – 1297
b. Sultan Malik al Tahir I tahun 1297 – 1326
c. Sultan Malik al Tahir II tahun 1326 – 1348
d. Sultan Malik al Tahir III
e. Sultan Iskandar
Sedangkan raja-raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Aceh adalah sebagai berikut :
a. Sultan Ali Mughoyat atau dikenal dengan nama Sultan Ibrahim
b. Sultan Shalahuddin
c. Sultan Alauddin Riayat Syah
d. Sultan Hasim
e. Sultan Zaenal Abidin
f. Sultan Alauddin Mansyur Syah
g. Sultan Ali Riayat Syah I
h. Sultan Alauddin Riayat Syah II
i. Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam
Dibawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam, Aceh mencapai masa kejayaan dan dapat meluaskan wilayahnya meliputi Deli, Johor, Bintan, Pahang, Kedah, Perak, dan Nias. Pada tahun 1504 M berdiri kerajaan Islam kedua yaitu kerajaan Aceh Pidie.

Perkembangan Islam di Kalimantan
Sekitar tahun 1550 di Banjar berdirilah kerajaan Islamdengan rajanya bergelar Sultan Suryanullah, sejak itu pula rakyatnya memeluk agama Islam dan satu persatu daerah daerah kekuasaan Banjar masuk Islam. Dengan bantuan Demak ia mengalahkan kerajaan Negaradipa sehingga Islam semakin pesat berkembang di Kalimantan.
Agama Islam masuk ke daerah kerajaan Sukadana pada abad XVI bahkan resmi menjadi kerajaan Islam pada tahun 1590, sultan yang pertama adalah Sultan Giri Kusuma yang kemudian digantikan oleh Sultan Muhammad Syaifuddin yang besar jasanya dalam mengembangkan Islam bersama Syekh Syamsuddin di Kalimantan.
Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari Makassar yang bernama Tuan di Bandang dan Tuan Tanggang Parangan. Dengan cepat Islam berkembang di
Kutai bahkan Raja Mahkota Kutai Masuk Islam.

Islam di Sulawesi
Berdirinya Giri Kedaton banyak menarik minat para santri yang berasal dari luar jawa antara lain ternate, sulawesi, maluku, dll. Kemudian para santri dikirim kembali ke daerah mereka masing-masing.
Kerajaan Gowa Tallo di Sulawesi merupakan kerajaan hindu yang rakyatnya banyak memeluk agama Islam karena hubungannya dengan kesultanan Ternate dalam rangka melawan Portugis
Pada awal abad ke XVII Daeng Munrabia masuk Islam bergelar Sultan Alauddin, dan raja Tallo juga masuk Islam bergelar Sultan Abdullah. Kemudian Islam mulai berkembang di Makasar terutama dengan Bandarnya Sombaopu yang banyak menganut agama Islam dan bisa menjaga kerukunan dengan agama lain dengan baik.
Perkembangan Islam di Maluku dan sekitarnya
Kerajaan di Maluku Utara yaitu Ternate (Sultan Mahrum yang digantikan oleh Zainal Abidin), Tidore (Sultan Cililiyati yang bergelar Sultan Jamaluddin), dan Jailolo (Sultan Hasanuddin) mereka telah masuk Islam.
Sultan Mahrum adalah Raja Ternate yang mula-mula masuk Islam, penggantinya Sultan Zainal Abidin sangat berjasa besar dalam penyebaran Islam di Maluku dan Irian bahkan sampai ke Philipina.
Untuk kelangsungan pengembangan Islam, kerajaan-kerajaan Islam melakukan perlawanan untuk mempertahankan wilayah Islam, sehingga banyak pahlawan yang gugur. Sementara itu di Irian, Islam tidak berkembang pesat terutama karena kuatnya pengaruh kepercayaan masyarakat dan jauhnya jangkauan mubaligh. Walaupun demikian Islam telah masuk pada abad ke 16 M, karena pengaruh dari Sultan-Sultan Bacan yang dipelopori oleh Zainal Abidin.

Kisi kisi ibadah dan tarih

Kisi – kisi Ibadah
1. Pengertian munakahat
2. Hafalkan syarat dan Rukun munakahat
3. Macam – macam Wali nikah
4. Thalaq dan macam2nya
5. Iddah
6. Shalat sunnat
7. Hafalkan shalat Rawatib dan macam2na
8. shalat lail, istisqa, kusufain, idain, istikharah
9. Dzikir, an nisa’ 103,thaha 14,hafalkan perintah berdzikir
10. Pengertian doa, secara khusus
11. Tempat yang mustajab untuk berdoa
12. Imarah(kepemimpinan)cara memilih pemimpin
13. Ali imran : 28
14. Macam Zina dan hukumannya.
15. Qishash, diat

Tarih
1. Hafalkan Jalur masuknya islam ke Indonesia
2. Bukti masuknya islam ke Indonesia abad ke 7,11,13
3. Raja-raja Samudra Pasai yang I, yang termashur
4. Wali Sanga : Sunan Gresik, Ampel, Kalijaga,Sunan Gunung Jati
5. Raja2 Kerajaan Islam Demak, yang I, yang menyerang portugis, raja terakhir.
6. Islam di Sulawesi, penyebarnya, daerah penyebarannya
7. Islam di Kalimantan, Raja Banjar, Sukadana
8. Islam di Maluku, Tidore, Jailolo
9. Tokoh tokoh pengembang Islam di wilayah Indonesia
10. Hafalkan nama2 walisanga
11. Hambatan berkembangnya Islam ke Irian sekitarnya

Jumat, 20 November 2009

Dzikir dan Doa

Pengertian Dzikir
Berasal dari kata dzakara – yudzakkiru – dzikran yang berarti ingat atau menyebut nama Allah. Dengan maksud untuk mengingat kebesaranNya, KekuasaanNya, Perintah-perintahNya, Larangan-laranganNya agar tidak lupa terhadap penciptaNya
Perintah Dzikir dalam Al Qur’an dan Hadist
Dzikir dilakukan setiap waktu dan situasi (Ali Imran : 19)
Dzikir harus dilakukan minimal tiap pagi dan sore dengan sebanyak banyaknya (Al Ahzab : 41 – 42)
Dzikir harus dilakukan tiap selesai shalat, baik dalam keadaan berdiri, maupun berbaring (An Nisa’ : 103)
Dzikir dan bersyukur agar diingat dan tidak dilupakan oleh Allah (Al Baqarah : 152)
Dzikir dilakukan dengan tunduk atau patuh, semata-mata karena Allah (Al Maidah : 7)
Dzikir sebagai pokok atau dasar tiang agama ialah Shalat (Thahaa : 14, Al Ankabut : 45, Jumu’ah : 9)
Dzikir harus dilakukan dengan penuh tadlarru’ (rendah diri), khaufan (rasa takut), tidak dengan suara yang keras, di waktu pagi dan petang (Al A’raf : 20)
Pengertian Do’a
Berasal dari kata da’a – yad’u – du’aan – wada’wa artinya memanggil, menyeru, mengundang, seruan, panggilan, permohonan kedudukan do’a sebagai inti dari segala macam ibadah tiada satupun yang lebih dihargai Allah dari pada do’a
Pengertian do’a secara umum
Pernyataan hamba kepada Allah tentang kelemahannya, kerendahannya, ketidak berdayaannya dan menunjukkan ketaataannya kepada Allah
Pernyataan seorang hamba kepada Allah untuk menyampaikan hajat kebutuhannya agar mendapat ridho, rahmat, kemanfaatan apa yang dihajatkan dan menolak segala kemadharatan
Pengertian do’a secara khusus
Sebagai ibadahnya mahluk kepada khaliknya (Yunus : 106)
Sebagai Isti’anah (permohonan pertolongan kepada Alah) (Al Baqarah : 45)
Sebagai An Nidaa’u (panggilan hamba kepada Allah) Al Isra’ : 52
Sebagai As Sualu/permohonan hamba kepada Allah (Al Mukmin : 60)
Sebagai tahmid/pujian kepada Allah (Al Isra’ : 110)
Sebagai At Takalum/Percakapan hamba dengan Allah (Yunus : 10)
Sebagai Tauhidullah/meng-Esa-kan Allah (Thahaa : 14)